1.
Pembukaan Pidato
Pembukaan pidato memegang peranan penting dan
menentukan. Sebab disini, pembicara harus mampu menggugah dan menarik perhatian
para pendengar untuk siap mengikuti isi pidato (pembicaraan) selanjutnya. Tujuan
utama pembukaan pidato ialah membangkitkan perhatian, memperjelas latar
belakang pembicaraan, dan menciptakan kesan yang vaik mengenai komunikator.
William
James pernah berkata, “perhatian akan menentukan tindakan, kesan pertama akan
menentukan sikap”.[1]
Karena itu seorang pembicara harus memulai pembicaraanya dengan penuh
kesungguhan, sehingga terlihat mantap, berwibawa, dan cakap. Ucapan – ucapan
apologetic harus dihindari, namun bukan berarti kita menyombongkan diri.
Pidato
sebaiknya dibuka (diawali) dengan ucapan salam pembukaan, misalnya “Merdeka!”,
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” (jika para hadirin kebanyak
muslim). Kalau lebih banyak yang hadir beragama lain sebaiknya disesuaikan pula
salam pemukaan dengan mereka. Jika acara organisasi masyarakat tidak salahnya
memberikan salam organisasi yang bersangkutan. Kalau dihadiri oleh para
pejabat, sebaiknya memberikan salam hormat danucapan terima kasih atas
kedatangannya. Demikian pula hal yang sama diucapkan kepada para hadirin.
Jangan pula menyebut salam dengan “Assalamualaikum” pada acara – acara yang
diadakan oleh umat non-islam, Karena bukan tempatnya. Terbuktisebagian besar
hadirin tidak memberikan jawaban. Kalaupun ada jawaban yang kurang, kalau tidak
mau disebutkan sangat minim. Kemungkinanbesar akan diteriaki dan dicemoohi. Ini
menunjukan persiapan cukup sembrono.
Mengucapkan
salam pembukaan, volume suara hendaknya keluar dengan lantang, jelas dan
berwibawa. Artinya harus mampu mengatur suara supayya benar – benar menarik.
Jangan sampai seperti orang sedang sakit, suara tidak enak didengar.
Jika
para pendengar sudah tertarik atas pembukaan pidato tersebut, alihkanlah secara
bertahap perhatian mereka kepada isi pidato. Pembukaan adalah pembuka jalan
agar para pendengar tahu kearah mana selanjutnya pidato itu diarahkan. Jika si
pembicara langsung kepada materi (isi pidato) maka tidak ubahnya bagaikan kuda
pacuan. Jika tidak dibelokkan oleh jokinya, ia terus menyelonong ke satu
jurusan. Dengan perkataan lain, si pembicara belum menguasai system pidato yang
efektif.
Maksud
pembukaan juga adalah sebagai awal yang baik untuk mendapatkan perhatian para
pendengar. Untuk itu penampilan yang meyakinkan dan harus diusahakan agar
dapatberhubungan secara akrab dengan para pendengar sehingga jiwa yang hadir
seolah-olah dapat dijadikan menjadi suatu alam pikiran dengan si pembicara.
Pembukaan
yang diawali dengan teknik mencari persamaan dengan para pendengar adalah suatu
strategi yang baik untuk memulai menguasai keadaan. Persamaan antara pembicara
dengan pendengar cukup banyak.misalnya kebangsaan, seorganisasi, seagama,
kesenangan (hobi), isu public, dan berita terkini.
Menciptakan alam kebersamaan
diantara pembicara dengan para pendengar sangatlah penting, karenaberhasil atau
tidaknya sesuatu pidato juga pidato tergantung dari awal pembukaan. Jika
pembukaan tidak menarik atau tidak disenangi para pendengar akan membawa
pengaruh kepada pembicaraan selanjutnya, sehingga pembicara akan guup. Tetapi
sebaliknya jika di dalam pembukaan lancar, maka sudah menguasai sistematika
berpidato hendaknya ia tetap menjaga momentum tersebut. Untuk selanjutnya
diusahakan dan dikembangkan sert ditingkatkan secara terus menerus di masa
mendatang.
Dalam sumber
lain, kita dapat memilih cara – cara berikut untuk menjadi pedoman membuka
pidato, yakni:
a.
Langsung menyebutkan pokok
persoalan
b.
Melukiskan latar belakang
masalah
c.
Menghubungkan dengan
peristiwa yang sedang diperingati
d.
Menghubungkan dengan tempat
komunikator berpidato
e.
Menghubungkan dengan
suasana emosi yang tengah meliputi khalayak
f.
Menghubungkan dengan
sejarah yang terjadi dimasa lalu
g.
Menghubungkan dengan
kepentingan vital pendengar
h.
Memberikan pujian kepada
khalayak atas prestasi mereka
i.
Memulai dengan pernyataan
yang mengejutkan
j.
Mengajukan pertanyaan yang
provokatif ataupun serentetan pertanyaan
k.
Menyatakan kutipan
l.
Menyatakan pengalaman
pribadi
m. Mengisahkan fakta, fiktif, ataupun cerita hipotesis
n.
Menyatakan teori atau
prinsip yang diakui kebenarannya
o.
Membuat humor
Dari semua cara
yang telah diuraikan, perlu disadari baik pembukaan maupun seterusna jangan
sekali – kali melukai hati para pendengarnya, dan jangan sombong serta membuka
peluang yang dapat menjengkelkan para hadirin. Jangan pula beranggapan, bahwa
massa pendengar tidak berdaya, tidak kritis apabila melontarkan ucapan – ucapan
yang tidak berkenan.
Pembicara yang
arif tidak perlu berbuat seperti itu karena akan dapat menelan keaslian
pribadinya. Karena itu yang jujur dan wajar saja. Selain itu usahakan
kepercayaan massa pendengar di tangan kita. Jika tidak, pidato tersebut bisa
gagal. Sebab yang pasti massa pendengar tidak senang hal –hal yang dipaksakan
apalagi dengan kasar. Tegasnya harus komunikatif baik lahiriah maupun rohaniah
antara si pembicara dengan massa pendengarnya.[2]
2. Penutup Pidato
Di dalam
menyampaikan bagian terakhir pidato jika dianggap perlu, pembicara memberikan
kesimpulan isi pidato secara ringkas, bersikap imbauan, saran, nasihat, ucapan
doa, semangat juang, dan menjelaskan apa manfaat topic yang ditekankan. Sesudah
itu meminta maaf kepada para hadirin atas kesalahan baik disengaja maupun tidak
disengaja di dalam penampilan – penampilan maupun di dalam penyampaian isi
pidato tersebut.
Terakhir mengucapkan terima
kasih kepada para hadirin, dan kembali duduk ke tempat semula dengan berjalan
sopan dan simpatik.[3]
Jangan berkata: “Sekianlah
sambutan saya yang ringkas ini”, tetapi sebenarnya sambutan yang bersangkutan
cukup panjang. Dan memakna waktu sertamembosankan. Selain itu jangan pula
berkata: “Sekianlah sambutan saya ini”. Ternyata sambutan tersebut belum juga
berakhir tetapi masih berkelanjutan. Dan ada pula pembicaraan berulang kali
mengatakan sekian, tetapi tokoh tetap belum berakhir. Hal seperti ini
semestinya tidak perlu terjadi. Kija si pembicara menguasai system berpidato
yang efektif. Sebaiknya tidak melakukan hal tersebut, kecuali komunikator ingin
khalayak pergi.[4]
Kita pun sering mendengar contoh
penutup pidato dengan meringkas kembali apa yang telah disampaikan. Apakah
hanya itu cara yang bisa kita gunakan? Benar – benar konvensional. Bukan
berarti menyalahkan akhir pidato seperti itu, namun kita harus membuka wawasan
baru. Hanya saja dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari hal ini. Pertama,
metode ini sudah amat sangat lumrah dan konvensional. Kedua, membosankan,
fungsinya hanya merupakan pengulangan fakta.
Untuk memberikan akhir yang
kuat, atau jenis penutup yang membuat pendengar semangat dan tertarik, kita
perlu melakukan sesuatu yang berbeda.[5]
Maka, untuk memperkaya khazanah cara menutup pidato, dalam buku Rethorika
Modern karya Jalaludin Rakhmat, kiat – kiat menutup pidato adalah sebagai
berikut:
1.
Menyimpulkan atau
menyampaikan ikhtisar pembicaraan
2.
Menyatakan kembali gagasan
utama dengan menggunakan kalimat berbeda.
3.
Mendorong khalayak untuk
bertindak
4.
Mengakhiri dengan klimaks
5.
Mengatakan kutipan sajak,
kitab, ataupun perkataan ahli.
6.
Memberikan contoh berupa
ilustrasi tema
7.
Menerangkan sebenarnya
maksud pribadi berbicara
8.
Memuji dan menghargai
khalayak
9.
Membuat pernyataan yang
humoris atau anekdot lucu.
Akhir pidato
hendaknya berbentuk “pesan siap bawa yang mudah diingat”. Pesan siap bawa
artinya adalah hal yang seharusnya diingat oleh khalayak setelah mendengar dan
menyaksikan pidato kita. Poin utamanya adalah kebanyakan orang tidak mengingat
“Pesan siap bawa” dari sebuah pidato, karena pada akhir pidato komunikator
menyampaikan hal yang semu.
Ada dua aktik untuk mengakhiri
pidato, yakni dengan menyisipkan kalimat tantangan dan Rousing gesture pada
kiat – kiat diatas. Dengan demikian kita akan bersemangat dan berenergi ketika
menyampaikan akhir pidato. Sehingga tidak ada yang tidak akan mendengar
konklusi kita.
Dari seluruh
metode yang diuraikan dalam makalah, tujuannya tak lain untuk mendapatkan akhir
pidato yang efektif, yaitu: menantang, menguatkan, dan menginspirasi. Yang
harus diingat dalam bahasa ini, penutup pidato bagaikan hidangan pencuci mulut.
Jangan meninggalkan rasa tidak enak di lidah audiens dengan menjadi pembicara
yang membosankan. Buatlah diri kita berbeda dari ribuan pembicara yang hanya
melakukan hhal yang sudah diharapkan, Hal lumrah, atau konvensional.
[1]
Jalaluddin Rakhmat, Rethorika Modern: Pendekatan Praktis, cet. Ke-16, 2011,
(Bandung: Remaja Rosdakarya), hal 53.
[2] Evendhy
M. Siregar. Teknik Berpidato dan Menguasai Massa. Cetakan kedua, 1984.-: CV.
Sarana Aksara Pelita Hal: 53 - 55
[3]
Ibid, hal: 60-61
[4]
Steve Coven, Memukau audiensi dengan Pengaruh dan Karisma. Cet. Kedua. 2005.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, Hal. 131
[5]
Rohan. M, Smart Speaking, 2011, Jakarta: Gagas Media, Hal, 186
Tidak ada komentar:
Posting Komentar