SEMANGAT MEMPERBAIKI DIRI
Semoga Allah,
yang menggenggam langit dan bumi, membuka pintu hati kita semua agar dapat
memahami hikmah di balik kejadian apapun yang menimpa dan semoga Allah
membimbing kita untuk bisa menyikapi kejadian apapun dengan sikap terbaik dan
bijaksana. Jika kita lihat dari berbagai fenomena yang saat ini menimpa negeri
ini, maka akan terlihat bahwa sesungguhnya yang paling kita butuhkan sekarang
adalah kedamaian. Mengapa? Sebab alam negeri kita ini sangatlah kaya. Akan
tetapi, semua itu tidak bisa kita kelola jikalau waktu kita habis hanya untuk
bertengkar. Jangankan sebuah negeri, dalam rumah tangga pun demikian. rumah
yang kita bangun dengan megah, dilengkapi kamar mewah dengan kasur yang empuk,
serta aksesoris yang mahal, tidak akan ternikmati andai kata suami dan istri
sibuk bertengkar. Tidak akan bahagia jika orangtua dan anak selalu bertengkar.
Ditempat kerja pun demikian. Jika karyawan
dan direksi atau manajemen gemar bertengkar, tentu suasana kerja tidak akan
terasa nyaman.
Apa yang bisa
kita peroleh dari pertengkaran? Bila kita telaah, salah satu penyebab
terjadinya pertengkaran adalah karena kita belum terbiasa menyikapi perbedaan
dengan cara yang paling tepat. Mental kita belum siap melihat perbedaan, kita
sering melihat perbedaan itu sebagai permusuhan. Berbeda pendapat sering
dianggap perlawanan atau ancaman, akibatnya setiap orang lebih sibuk membela
pendapatnya sendiri.
Pertengkaran
bisa terjadi manakala setiap orang membenarkan pendapatnya, setiap kelompok
membenarkan argumennya. Ini merasa benar, itu merasa benar. Kita ambil contoh:
seorang anak memilih jodoh atau kuliah yang sesuai dengan pilihannya sendiri.
Sedangkan orangtua merasa benar dengan memilihkan jodoh atau tempat kuliah
untuk masa depan anaknya. Akibatnya bisa ditebak, jika masing-masing merasa
benar, maka pasti akan terjadi pertengkaran. Ya, setiap orang yang tidak
terlatih untuk bisa memahami pendapat orang lain hasilnya adalah emosional.
Semua pertengkaran diawali dengan pembenaran. Ketika
terjadi tawuran antarkampung dengan saling melempar batu, mengeroyok, dsb,
dianggap oleh kedua pihak karena adanya alasan yang benar. Satu pihak merasa
benar, pihak lain pun demikian, sehingga mereka merasa berhak pula untuk
membalas karena sama-sama merasa benar. Akibatnya, terjadilah saling menyerang,
saling membakar rumah. Ujung-ujungnya timbul korban, banyak yang terluka,
cacat, terbunuh, lebih dari itu, hari-hari yang dilalui menjadi penuh
ketegangan. Anak-anak tidak bisa sekolah lagi, suami tidak bisa mencari nafkah
lagi, dan semacamnya. Lantas dengan begitu apa untungnya?`
Bagaimana
melahirkan, “Rumahku adalah syurgaku, Rumahku adalah Istanaku” bagaimana jika
rumah tidak lagi dapat terjalin hubungan yang serasi dengan lingkungan,
berlawanan dengan kepribadian, martabat kehidupan kita, lingkungan tidak lagi
harmonis, apakah tidak lebih baik
memilih diam dirumah, untuk menghindari diri dari suasana galau yang penuh
dosa. Mengasingkan diri yang diajarkan syariat dan sunnah Rasulullah SAW,
adalah menjauhkan diri dari kejahatan dan pelakunya, yaitu orang-orang yang
lalai, dan snang membuat huru-hara. Dengan uzlah jiwa kita akan selalu
terkendali, hati menjadi tenang dan sejuk, pikiran selalu jernih, dan kita akan
merasa leluasa, serta bahagia berada di taman-taman ilmu pengetahuan dirumah.
Uzlah
(mengasingkan diri), dari semua hal yang melalaikan manusia dari kebaikan, dan
ketaatan merupakan obat, yang sudah dibuktikan kemujarabannya. Dalam uzlah kita
mengisi waktu dengan menyuntikkan wawasan baru ke dalam akal pikiran. Menjalankan
semua hal yang sesuai dengan kaidah “Takut Kepada Allah” dan dzikir. Pergaulan
bebas dilingkungan kita, adalah pergaulan manusia dengan syetan-syetan penggoda
maksiat dan kezhaliman, karenanya akan membuat kita mati tujuh kali dalam
sehari. Sebelun mati yang sebenarnya. Maha benar Allah dengan segala firmanya:
“Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu
selain dari kerusakan belaka.” (QS. At-Taubah 9:47)
Orang yang bahagia menurut Al-Quran adalah orang
yang nilai kebaikannya lebih berat walaupun sedikit dari kejelekannya. Semoga
rumah kita membawa kebahagiaan dalam uzlah.
Hidup di dunia
hanya satu kali dan belum tentu kita panjang umur, haruskah hidup yang
sekali-kalinya ini sengsara karena permusuhan diantara kita?
Kita harus
berbuat banyak untuk mencapai kedamaian, kalau tidak damai tidak ada yang bisa
dinikmati, semua serba tidak nyaman, bekerja tegan, kuliah tegang, di jalan
tegang, orangtua pun cemas melepas anaknya. Mungkin sudah saatnya bila kita
bertekad untuk mengakhiri segala macam pertengkaran. Boleh jadi, program
terpenting kita sekarang adalah belajar untuk tidak bertengkar. Ibu-ibu belajar
untuk tidak bertengkar dengan suami, berani mengalah untuk tidak bertengkar.
Demikian sebaliknya, bapak berani mengalah kepada istri untuk tidak bertengkar,
mulailah dari diri sendiri! Insya Allah kedamaian akan dinikmati. Menyelamatkan
dan mengubah bangsa ini harus kita awali dari diri sendiri. Meski kita sangat
ingin bangsa ini berubah, kita ingin umat berubah, kita ingin keluarga berubah,
kita ingin anak berubah, tapi diri sendiri kita tidak pernah berubah, tidak
akan bisa! Silahkan suami member nasihat kepada Istri dengan memberikan nasihat
yang terbaik, tapi bila disisi lain si suami sendiri tidak pernah berusaha memperbaiki
diri, dijamin tidak akan efektif. Ibu member nasihat kepada anak sampai bibir
berbusa-busa pun tidak akan efektif, kecuali kalau ibu sudah lebih dulu
memperbaiki diri.
Sekarang kita terlalu banyak
memikirkan orang lain yang berubah sampai tidak ada waktu untuk mengubah diri.
Para komandan, para pimpinan, ingin prajuritnya berubah, tidak akan terjadi
sebelum para pemimpinnya mengubah diri.
Jika seorang komandan ingin
pasukannya berubah maka komandannyalah yang harus berubah. Bagaimana mungkin memerintah
prajurit hidup bersahaja kalau pimpinannya tidak bersahaja. Jangan menyuruh
orang lain, sebelum menyuruh diri sendiri, jangan melarang orang lain sebelum
melarang diri sendiri, sebab yang disuruh memiliki mata, telinga, dan pikiran.
Setiap orang yang berbeda antara perkataan dan perbuatan akan jatuh wibawanya.
Sebaliknya, walaupun kita tidak berkata tetpi kalau kita gigih memperbaiki diri
itu sudah berdampak cukup banyak.
0 comments:
Posting Komentar