Tujuan Yang Harus Dicapai Dalam Pendidikan

Fokus Pada Tujuan 
            Dalam setiap kegiatan, tentu selalu ada tujuan yang akan dicapai. Begitu pula dengan kegiatan pendidikan yang tentunya juga mempunyai tujuan atau target sasaran yang akan dicapai.Tugas pendidikan adalah mempengaruhi pembentukan pribadi peserta didik, maka berarti target sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan adalah bentuk manusia yang diharapkan terjadi pada diri peserta didik dalam rangka pembentukan pribadinya.[1]
Maka tujuan pendidikan itu tidak lain adalah target sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan atau rumusan bentuk manusia yang akan dicapai oleh kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh seorang pendidik.[2]
Menurut sebuah aliran pedagogik, mendidik adalah upaya membimbing peserta didik untuk dapat menjalani dan memahami kehidupan. Dalam kerangka ini, ada tiga tujuan yang harus dicapai para anak didik: kemampuan untuk dapat menghidupi diri sendiri, kemampuan untuk dapat hidup secara bermakna, dan kemampuan untuk dapat turut memuliakan kehidupan.

A.    Kemampuan Untuk Menghidupi Diri Sendiri
Pendidikan ialah kemempimpinan orang dewasa  terhadap anak dalam perkembangannya kearah kedewasaan, yang berarti ia harus dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Hal ini berkaitan dengan makna menghidupi diri sendiri.Bagi peserta didik yang masih kecil, tentunya tidak dapat secara langsung menghidupi dirinya dalam hal nafkah materi.Hal tersebut bisa menjadi salah satu cita-cita pendidikan, namun yang utama ialah bagaimana anak didik dibentuk untuk dapat dikembangkan kemampuannya serta wataknya, sehingga potensinya dapat tergali dan menghasilkan arti bagi kehidupan dirinya. Anak didik juga harus dibentuk agar bisa menentukan pilihan hidup, sehingga dimasa depan dirinya mampu untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa harus selalu bergantung pada orang lain.
Dalam UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam UU No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Manusia sebagai peserta didik merupakan makhluk individu yang mempunyai potensi dengan segala bakat dan minat yang ia bawa sejak lahir. Pendidikan sebagai suatu lembaga mempunyai tanggung jawab besar untuk mengembankan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didiknya agar menjadi sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. Agar kelak mereka bisa menghadap hidupnya dengan kemampuan yang ia miliki.
Sistem pendidikan yang baik seharusnya mampu memberikan bekal bagi lulusannya untuk menghadapi kehidupan atau memberikan life skills pada peserta didik.Logikanya, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin tinggi pula peran yang dapat dimainkannya dalam kehidupan di masyarakat.Untuk itulah dibutuhkan kurikulum yang dapat memberikan life skills kepada para siswa.
Pengertian life skills sebenarnya lebih luas dari sekadar untuk menghidupi diri sendiri.Namun, persoalannya, bukan sekadar keterampilan, tetapi bagaimana caranya memberi pendidikan yang betul-betul mampu membuat anak mandiri dan dapat mengurus dirinya sendiri.Namun, penyusunan kurikulum selama ini lebih berorientasi pada disiplin ilmu yang hanya mengedepankan kemampuan akademik, seperti fisika, kimia, dan biologi.
Untuk mengadopsi life skills ke dalam kurikulum pendidikan, sekarang ini bergantung pada daerahnya. Misalnya, anak yang hidup di Jakarta, tentu akan berbeda life skills yang dibutuhkan dengan mereka yang hidup di Bali. Di Jakarta yang lebih banyak terlibat dalam perekonomian modern, misalnya, pertukangan tidak banyak mendapatkan tempat.
Yang jelas, penyelenggara pendidikan nasional, dalam hal ini Depdiknas harus bekerja lebih keras agar dapat memberikan pendidikan keahlian yang bisa dipergunakan untuk hidup pada peserta didik.Esensi pendidikan harus dapat memberi kemampuan untuk menghidupi diri yang bersangkutan, mengembangkan kehidupan yang lebih bermakna, dan kemampuan untuk turut memuliakan kehidupan.


B.     Kemampuan Untuk Dapat Hidup Bermakna
Pedagogik bertujuan agar anak di kemudian hari dapat hidup secara bermakna.Untuk itu, mereka harus dididik agar menguasai sejumlah pengetahuan yang penting dalam hidup, menguasai keterampilan tertentu, dan memahami nilai-nilai kehidupan.Yang pertama diajarkan pembelajaran pengetahuan, yang kedua diajarkan untuk menguasai keterampilan nyata, dan yang ketiga diajarkan pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan.Tujuan ini tentunya tidak terlepas dari tujuan yang pertama yaitu kemampuan menghidupi diri sendiri.Kemampuan menghidupi diri sendiri harus dilakukan dengan cara yang tidak mengurangi makna kehidupan pribadinya.
Dewasa ini, generasi muda Indonesia banyak melakukan tindakan yang membuat hidup menjadi kurang bermakna, bahkan bagi dirinya sendiri.Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang kurang benar dalam tradisi pendidikan bangsa kita selama ini.Kita harus mengoreksinya kalau kita menginginkan terwujudnya kehidupan yang penuh dengan makna dan saling berguna bagi diri sendiri serta lingkungannya.
Untuk meraih taraf kehidupan yang bermakna, setidaknya ada tiga hal yang perlu dipahami oleh para siswa:
1.      Hidup itu memiliki makna atau arti dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.
2.      Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif ataupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
3.      Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.
Setiap orang tentunya selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya.Kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna. Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna dan ganjaran dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan. Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna.
Hidup bermakna itu diukur dari berapa banyak dan berapa besar, aktivitas hidupnya untuk membantu orang lain. Pada hakikatnya manusia normal itu akan memiliki nurani untuk berbalas budi. Ini adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, jika di masa dulu kita banyak berbuat baik bagi orang lain maka akan menjadi penyebab orang lain banyak berbuat baik pada diri kita di masa sekarang. Sedangkan, jika kitadulunya banyak berbuat hanya untuk kepentingan diri kita sendiri, maka kita sekarang mungkin sudah ditinggalkan oleh orang lain.
Hidup dapat dikatakan bermakna pula jika manusia dapat berguna bagi lingkungannya, bukan hanya kepada dirinya dan manusia disekitarnya, namun juga kepada hewan, tumbuhan dan alam yang menaunginya. Saat ini manusia telah begitu cerdas dalam memanfaatkan sumber daya alam, akan tetapi seringkali lalai menjaganya. Maka hidup mereka yang lalai akan menjadi tidak bermakna bagi lingkungannya.
Makna kehidupan pula didapatkan dengan mendekatkan diri pada Tuhan, dalam hal ini tentunya Allah SWT bagi masyarakat muslim. Hal ini dikarenakan, agama telah menjadi sumber ketenangan rohani yang paling utama dan menjadi titik ukur kebermaknaan manusia untuk dirinya dikehidupan.Dalam setiap agama, diajarkan hal-hal baik yang membawa kebermaknaan bagi kehidupan, seperti himbauan untuk menjaga lingkungan, cinta kasih sesama manusia dan himbauan untuk mengisi hidup dengan ketenangan serta kebijakan dalam bersikap pada lingkungan dan taqwa pada Tuhannya.
Satu hal lagi yang menjadikan hidup seseorang tidak bermakana karena ketidakjelasan tujuan hidup. Orang yang tidak memiliki tujuan hidup, hidupnya tidak akan terarah. Sebaliknya, orang yang punya tujuan hidup akan senantiasa tenang dalam menjalani hidup, karena orientasinya jelas.


C.    Kemampuan Untuk dapat Hidup Memuliakan Kehidupan
Tujuan terakhir dalam pedagogic adalah agar manusia tersebut mampu untuk hidup memuliakan kehidupannya. Dalam hal ini, memuliakan kehidupan tentunya tidak dapat terlepas dari sudahkah ia mampu menghidupi dirinya sendiri dan bermaknakah hidupnya. Jika dua yang sebelumnya mampu dipenuhi, maka besar kemungkinannya ia dapat hidup dengan memuliakan kehidupannya.
Dapat kita katakan dengan singkat bahwa mendidik ialah memimpin anak.Maka, mendidik anak untuk memuliakan kehidupannya, berarti memimpin anak untuk dapat mengamalkan hal – hal yang membuat hidup menjadi mulia. Dengan memimpin, berarti kita harus mengarahkan, mencontohkan, memberi ruang berkarya serta memberi aturan dengan jelas dengan cara yang benar, sehingga dengan sendirinya anak tersebut dapat memuliakan hidupnya atas keinginannya sendiri.
Hidup menjadi mulia apabila manusia dapat menghargai dirinya sendiri. Dalam hal ini menjaga kehormatan dirinya, menjaga nama baik keluarganya, menaati aturan di lingkungan yang menaunginya, bersikap baik pada orang-orang disekitarnya, menyayangi lingkungan, serta memperjuangkan hal-hal yang dianggap benar oleh norma masyarakat, hukum dan agama, serta berguna dan bertanggungjawab kepada dirinya, lingkungannya, dan bangsanya serta Tuhannya.
Menghargai diri sendiri, berarti mampu bersikap tegas.Memiliki pendirian dan tujuan hidup serta tidak patah arang dalam mencapai tujuannya. Terhadap orang lain pun haruslah anak didik mampu untuk menghadapi gempuran negative. Hal itulah yang dimaksud dengan mempertahankan harga diri dan kemuliaan.
Dalam UU No.12 tahun 1954 Pasal 3 disebutkan bahwa “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Atas hal tersebut maka pendidik harus mampu mengayomi anak didiknya agar terbentuk insan-insani susila yang cakap, cerdas, kritis, dan bertanggungjawab.
Agar hidup menjadi mulia maka akhlak pun harus mulia. Watak budi, yang juga dipengaruhi akhlak, memiliki beberapa unsur yang mempengaruhi, yakni: Kekuatan kemauan, kejernihan keputusan, kehalusan perasaan. Watak budi mesti diasah untuk meningkatkan rasa toleransi, demokrasi, namun tetap kritis dan memiliki rasa menghargai arti kehidupan dan mengontrol hawa nafsu.
Menjaga kemuliaan kehidupan berarti menjaga kelangsungan kodrat kehidupan.Kodratnya, laki-laki bersama perempuan, tumbuhan dan hewan hidup beriringan dengan manusia, dan sesama manusia saling menjaga perdamaian.Yang paling terakhir dan paling penting, manusia memiliki kodrat untuk menghamba pada sesuatu dan memiliki ideology.Maka, sudah seharusnya seorang manusia tunduk kepada Tuhan.
Ketika seorang manusia dapat menerima perbedaan, namun tetap kritis dan saling menghargai serta dibarengi rasa tanggungjawab juga terus meningkatkan arti kehidupannya, maka akan tercipta suatu kondisi positif untuk membangun negaranya, dan lebih jauh lagi menambah arti bagi kehidupan insan di dunia.


DAFTAR PUSTAKA

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005



[1] Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, hal. 39-40
[2]Ibid, hal. 40

0 comments:

Posting Komentar