Hakikat Komunikasi



Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu manusia disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.[1]
Makhluk sosial berarti makhluk yang membutuhkan interaksi dengan makhluk lainnya dan ia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi segala kebutuhannya, baik kebutuhan primer maupun sekunder. Berinteraksi dengan makhluk merupakan salah satu kebutuhan vital manusia, selain untuk memenuhi kebutuhannya, interaksi dilakukan untuk menyampaikan pesan atau gagasan yang dianggap penting untuk disampaikan.

Jika interaksi dilakukan secara benar maka akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik antarpribadi, antarkelompk, antarsuku, antarbangsa, antarras, serta dapat membina kesatuan dan persatuan umat manusia di muka bumi ini.
Dan pada makalah ini fokus pembahasannya adalah tentang “Hakikat dan Landasan Komunikasi Manusia”. 







BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT DAN LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA

A.    Hakikat Komunikasi Manusia[2]
Secara etimologis berasal dari perkataan latin “communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama. Sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima komunikan.
Secara terminologis, para ahli telah mendefinikan komunikasi dalam berbagai prespektif. Dalam prespektif filsafat, komunikasi dimaknai untuk mempersoalkan apakah hakikat komunikator/komunikan, dan bagaimana ia menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas lain di alam semesta (Rakhmat, 1997: 8).
Komunikasi merupakan kegiatan yang hampir dilakukan oleh semua umat manusia. Dengan berkomunikasi orang dapat menyatakan gagasan atau fikirannya. Terkadangan komunikasi dilakukan untuk saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing.  
Manusia hidup dalam dunia komunikasi. Setiap hari dan setiap saat manusia melakukan aktifitas komunikasi antarpribadi, berbicara dengan anggota keluarga, tetangga, dan rekan sejawat. Pada saat berbicara dengan diri sendiri, meyakinkan diri dalam memutuskan sesuatu, manusia melakukan komunikasi intra pribadi. Pada sebuah organisasi, manusia memecahkan masalah atau mengembangkan ide-ide atau inovasi, saling berinteraksi dalam komunikasi kelompok atau organisasi. Jika berinteraksi dengan pihak lain yang mempunyai latar belakang budaya berbeda, maka manusia sudah melakukan komunikasi antarbudaya.
Isi dari interaksi antarmanusia adalah komunikasi. Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan manusia baik perseorangan, kelompok, atau pun organisasi dalam ilmu komunikasi disebut tindakan komunikasi.
Hakikat komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk menyampaikan isi pesannya kepada manusia lain untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa hakikat komunikasi yaitu proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan (massage). Orang yang menyampaikan pesan disebut disebut komunikator sedangkan orang yang menerima pernyataan disebut komunikan. Untuk tegasnya komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek. Pertama isi pesan (content of the massage) dan yang kedua lambang (symbol). Kongkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.
Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan, selalu menyatu secara terpadu, secara teoritis tidak mungkin hanya pikiran saja atau perasaan saja, masalahnya mana diantara pikiran dan perasaan itu yang dominan. Jika perasaan yang mendominasi pikiran hanyalah dalam situasi tertentu. Misalnya suami sebagai komunikator ketika sedang marah mengucapkan kata-kata menyakitkan.[3] Itu artinya dalam komunikasi sang suami perasaanlah yang lebih mendominasi pikirannya.
Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar, sebaliknya jika mereka tidak memiliki bidang pengalaman yang sama maka akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Dan akan tercipta situasi yang tidak komunikatif atau cenderung terjadi miscommunication, misperception, misinterpretation, misunderstanding, atau bahkan misbehavior.
Dan jalan keluar terbaik untuk menghindari hal-hal tersebut di atas adalah dengan memahami betul hakikat komunikasi serta unsur-unsur komunikasi, sehingga akan terjadi komunikasi efektif dan akan terhindar dari kesalahan-kesalahan yang seperti tersebut diatas. 
B.     Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi
Pemahaman komunikasi dengan segala praktisnya merupakan proses keseharian manusia. Dapat dikatakan bahwa proses komunikasi merupakan proses kehidupan itu sendiri. Komunikasi tidak bisa dipisahkan dari seluruh proses kehidupan konkret manusiawi. Aktivitas komunikasi merupakan aktivitas manusia.
Hakikat komunikasi adalah proses ekspresi antarmanusia. Setiap manusia mempunyai kepentingan untuk menyampaikan pikiran atau perasaan yang dipunyai. Tentu saja, ekspresi pikiran dan perasaan itu memakai dan mamanfaatkan bahasa sebagai medium komunikasinya.
Dalam setiap kehidupan, manusia memerlukan pemahaman yang lebih mendalam atas segala hal yang dilakukannya, termasuk dalam proses komunikasi. Proses komunikasi adalah ativitas yang diperlukan untuk mengadakan dan melakukan tindakan komunikatif, baik yang dilakukan oleh komunikator, komunikan atau aktivitas penyampaian pesan, noise yang bisa saja terjadi dalam setiap tindakan komunikatif dan lainnya.
Posisi manusia dalam komunikasi dapat dilihat pada rumusan komunikasi dari Lasswell dan Aristoteles. Pola komunikasi menurut Lasswell mengikuti rumusan “Who say what to whom in  which channel with what effect”. Sedangkan dalam model komunikasi Aristoteles, kedudukan manusia sebagai pelaku komunikasi meliputi “pembicara” dan “pendengar”. Rumusan komunikasi menyurut Aristoteles sendiri terdiri dari empat unsur, yakni pembicara, argumen, pidato, dan pendengar.
Sehingga, dengan demikian posisi manusia berada pada “who dan whom” pada rumusan Lasswell, serta “pembicara dan pendengar” pada pola komunikasi Aristoteles. Maka, menjadi mutlak untuk memahami manusia secara filosofis agar komunikasi kita menjadi efektif. [4]

C.    Definisi Manusia
Sudah menjadi kodrat bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi (homo rationale). Menurut Aristoteles (384-322 SM) sebagaimana dijelaskan Prof. Onong (2003), manusia punya tiga anima (jiwa), yakni: [5]
ñ Anima avegatativa/ roh vegetatif “tumbuh-tumbuhan” fungsinya makan, tumbuh, dan berkembang biak.
ñ Anima sensitiva “binatang punya perasaan, naluri, dan nafsu” mampu mengamati, bergerak, dan bertindak.
ñ Anima intelektiva “roh intelek yang dimiliki manusia” berpikir dan berkehendak. Punya kesadaran.

Dengan demikian, ciri manusia menurut Aristoteles adalah memiliki totalitas, yakni persatuan  roh dan jasad. Anima adalah penyebab hidup, bukan penyebab kesadaran, sedangkan yang menyebabkan kesadaran adalah “aku”/ rohani. “Aku” adalah juga yang merasa, sedangkan pusat panca indera ada di otak, dan memiliki perangsang masing-masing yang disebut “adequatus”.
Pemikiran Aristoteles tampaknya termasuk dalam konvergensi, yakni penggabungan tiga aliran besar tentang manusia. Ketiga aliran tersebut, yaitu: [6]
ñ Materialisme
Yaitu aliran yang melihat manusia ada pada fisiknya. Keberadaan fisik dengan demikian merupakan unsur pokok dari kemanusiaan. Maka orang yang sudah meninggal, alam aliran ini tidak lagi disebut manusia.
ñ Idealisme
Aliran kedua tentang manusia mengatakan bahwa keberadaan manusia adalah pada ide. Ide terletak di pemikiran, sehingga semakin jernih pemikiran maka seseorang akan mampu menangkap hakikat walaupun yang bersangkutan belum memiliki interaksi panca indera dengan yang dimaksud. Seperti orang yang belum pernah melihat kapal selam tetapi ia akan mengerti kapal selam bila diberi penjelasan dan gambaran tentang kapal selam. Maka, dalam aliran ini orang gila tidak lagi disebut sebagai manusia karena ia tidak bisa lagi berpikir.
ñ Eksistensialisme
Aliran ini melihat manusia pada eksistensinya, yakni sejauh mana keberadaannya diakui oleh masyarakat sekitarnya. Semakin diakui, maka semakin eksis ia. Aliran ini tidak memperhitungkan materi beserta atribut yang dimiliki seseorang sebagai nilai kemanusiaan. Abraham Maslow mengatakan bahwa, pengakuan tentang eksistensi sebagai kebutuhan tertinggi manusia, jauh melampaui kebutuhan rasa aman, kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
D.    Landasan Komunikasi Manusia
Pada hakikatnya komunikasi yang dilakukan manusia memiliki dua landasan:
1.      Kebersamaan (commonality)
Dimana adanya saling pengertian terhadap sesama mahkluk sosial, rasa toleransi yang berbuah tenang dan damainya kehidupan sosial. Kebersamaan belum berarti berkumpul bersama. Kebersamaan itu adalah awal dari terciptanya kedamaian hidup antar manusia yang biasanya sulit terjalin benar, pastinya itu adalah hal yang indah.
Dalam proses komunikasi, kebersamaan akan terjalin antara satu orang dengan lainnya bila keduanya dapat berkomunikasi dengan baik yakni dengan adanya persamaan persepsi, pemikiran, idealita, dll. Namun tidak menutup kemungkinan, perbedaan sudut pandang yang dimiliki oleh keduanya tidak lantas menjadikan mereka berbeda. Perbedaan yang dimiliki dapat pula menjadi suatu jembatan untuk menjalin sebuah komunikasi yang harmonis dan interaktif. Dimana ketika satu orang tidak mengetahui sebelumnya mengenai apa yang hendak disampaikan oleh yang lainnya, maka dengan demikian dia akan menyimak dengan seksama apa yang hendak disampaikan oleh rekannya sehingga pembicaraan diantara mereka dapat berlangsung lebih baik. Sebagai contoh bilamana orang-orang yang berkomunikasi itu mengungkapkan persamaan latar belakang, kepercayaan, nilai-nilai, sikap, bahasa, dan pengertian, maka sebenarnya mereka telah memiliki landasan yang kuat untuk berhasil dalam berkomunikasi.
2.      Individualitas (individuality)
Landasan individualitas (psikologis) berkenaan dengan pemaknaan terhadap manusia yang memiliki fitrah kehidupan sebagai makhluk berpotensi. Karena itu pemaknaan terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan dengan karakteristik kecerdasan (emosional, intelektual, sosial dan spritiual) kepribadian, keunikan dan kebutuhan-kebutuhan individu merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan.
Dalam suatu proses komunikasi, baik pengirim pesan (sender) maupun penerima pesan (receivers) berusaha bagaimana mereka dapat menggunakan, baik dasar-dasar kebersamaan maupun perbedaan-perbedaan yang ada sebagai landasan dalam interaksi mereka. Yang penting disini ialah bahwa baik pengirim pesan maupun penerima pesan, harus saling mengerti, bahwa setiap manusia memiliki keinginan-keinginan, kepentingan-kepentingan, kebutuhan-kebutuhan, harapan-harapan yang berbeda. Jadi keduanya harus berusaha agar hal-hal di atas tidak dipertentangkan, tetapi diarahkan untuk mencapai sasaran yang sama. Dengan cara yang demikian, sudah merupakan landasan yang kuat untuk menciptakan suatu proses komunikasi yang efisien dan efektif.
Dalam proses komunikasi setidaknya ada tiga tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
1.      Perkembangan proses mental
Untuk dapat mengembangkan jiwa, kita memerlukan hubungan percakapan dengan dan dari orang lain. Inilah salah satu fungsi dasar komunikasi untuk perkembangan jiwa seseorang. Dengan ini jelaslah bahwa komunikasi serta interaksi dengan orang lain adalah perlu untuk pertumbuhan intelektual. Dapat dibayangkan, betapa banyaknya sesuatu yang kita ketahui dan pelajari melalui orang lain.
2.      Penyesuaian terhadap Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita, termasuk manusia. Penyesuaian berarti adaptasi, mengintegrasikan diri kedalam lingkungan. Berinteraksi dengan manusia lain menyebabkan kita berasimilasi, melalui interaksi kita saling merubah dan memperbaiki.
3.      Memanipuasi Lingkungan
Melalui komunikasi kita menyesuaikan diri kita dengan lingkungan, maka pada fungsi yang ketiga ini, dengan melalui interaksi/ komunikasi kita berusaha mempengaruhi lingkungan supaya sesuai dengan kita, lingkungan yang menyesuaikan diri terhadap kita, berkat bantuan komunikasi. Dalam ilmu komunikasi setidaknya kita mendapati dua landasan yakni kebersamaan dan individualitas, dimana keduanya senantiasa berdampingan dalam proses komunikasi. Ketika kita sedang melakukan kegiatan berkomunikasi, maka pada saat itu juga kebersamaan pun terjalin diantara kita, namun pada hakikatnya setiap orang memiliki pemirikiran yang berbeda-beda. Oleh karena itu, meski membangun sebuah kebersamaan, sifat individualistic seseorang tetap saja terlihat oleh perbedaan pendapat dan argument yang senantiasa muncul dalam proses komunikasi itu sendiri. Dalam komunikasi juga terdapat dua tujuan utama yang dapat kita jadikan sebagai alat pengukur terhadap keberhasilan setiap interaksi, diantaranya adalah efisiensi dan efektivita

DAFTAR PUSTAKA
v  Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi.
v  Onong Uchajana Effendy, MA, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi.
v  Prof.Dr.H.M. Burhan Bunggi, S.Sos.M.Si,  Sosiologi Komunikasi.



[1] Prof.Dr.H.M. Burhan Bunggi, S.Sos.M.Si,  “Sosiologi Komunikasi” Kencana Prenada Media Group, Jakarta:2006 Hal 25
[2] Onong Uchajana Effendy, MA, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung: 2007. Hal: 27-30
[3] Onong Uchajana Effendy, MA, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung: 2007. Hal: 27-28
[4] Muhammad Mufid, “Etika dan Filsafat Komunikasi”, Halaman: 98-99
[5] Muhammad Mufid, “Etika dan Filsafat Komunikasi”, Halaman: 99
[6] Muhammad Mufid, “Etika dan Filsafat Komunikasi”, Halaman: 100

1 komentar: