(AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM)


       
    A.      Berbagai macam aspek hukum yang dikemukakan al-Qur’an.
Para ulama ushul fiqh menginduksi hukum yang dikemukakan al-Qur’an didalamnya terdiri atas: [1]
1.    Hukum I’tiqadiyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukhallaf. Misalnya percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, dan hari akhir (kiamat).
2.    Hukum-hukum yang berkaitan dengan moral atau akhlak, berupa keutamaan pribadi mukallaf dan menghindarkan diri dari hal yang hina.
3.    Hukum- hukum praktis, yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan khaliknya atau hubungan manusia dengan manusia. Hukum praktis ini dapat dibagi menjadi:
a)      hukum-hukum ibadah, seperti: shalat, puasa, zakat, haji, nasdar, sumpah dan ibadah-ibadah lainnya yang dimaksudkan mengatur hubungan baik manusia dengan khaliknya.
b)      hukum muamalat, seperti: akad, hukuman, pembelanjaan, dan lainnya yang bukan termasuk ibadah dan dimaksudkan untuk mengatur hubungan baik sesame manusia, baik secara individu, kelompok, maupun berbangsa-bangsa.
                Hukum mumalat ini juga telah dibagi menurut sesuatu yang berkaitan dengannya dan maksud yang dikehendakinya menjadi beberapa macam, yaitu: [2]
1.       hukum keluarga, yaitu hukum yang dimaksudkan untuk kebaikan didalam keluarga seperti kawin, talak, waris, wasiat, dan wakaf. Hukum keluarga dan warisan kebanyakan bersifat ta’abudi.
2.       Hukum perdata, yaitu hukum yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan kekayaan individu dan memelihara hak masing-masing yang berhak. Seperti: jual beli, penggadaian, jaminan, utang piutang, dan memenuhi janji dengan disiplin.
3.       hukum pidana, yaitu hukum yang berkaitan dengan tidak criminal sehingga dijatuhkan hukum  yang berlaku atas pelakunya. Hukum yang dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia, kehormatan mereka, hak-hak mereka, korban tindak criminal, dan ummat, seperti: mencuri, zina, merampok, dll.
4.       Hukum acara, yaitu hukum yang dimaksudkan untuk mengatur dan mewujudkan keadilan diantara manusia, sepertiL pengadilan, kesaksian, dan sumpah.
5.       Hukum perundang-undangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan peraturan-peraturan pemerintah. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan penguasa dengan rakyatnya, dan menetapkan hak-hak individu dan masyarakat.
Diatur dalam al-Quran sekitar 10 ayat
6.       Hukum tata Negara, yaitu hukum yang bersangkut paut dengan hubungan antara Negara Islam dengan Negara non Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan baik dalam keadaan bak damai maupun suasana peperangan.
Diatur dalam al-Quran sekitar 25 ayat.
7.       Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan segala aspek ekonomi, dan pengaturan perbankan.

     B.      Cara-cara al-Quran menyampaikan pesan-pesannya.
Para ulama  fiqih menetapkan bahwa al-Quran sebagai sumber utama hukum islam telah menjelaskan hukum-hukumnya dengan cara:[3]
1.    Menyampaikan dengan rinci (Juz’i), yang berkaitan dengan masalah kaidah, hukum waris, hukum yang terkait dengan tindak pidana hudud, dan kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini, menurut para ahli ushul fiqh disebut sebagai hukum ta’abudi.
2.    Sebagian besar hukum-hukum islam yang bersifat global (kulli), seperti  masalah shalat yang tidak tersampaikan penjelasan shalat berapa raka’atkah? Bagaimana cara mengerjakannya, apa rukun dan syaratnya, dan sebagainya. Oleh karena itu sunnah sangat berperan dalam menjelaskan secara merinci pada ayat-ayat yang global ini.
Hikmah yang terkandung dalam hal terbatasnya hukum-hukum rinci (juz’i) melalui al-Quran diantaranya ialah:
1.       Agar hukum global dapat mengakomodasi perkembangan dan kemajuan zaman yang berbeda, sehingga kemaslahatan umat manusia senantiasa merasa terayomi oleh al-Quran.
2.       Mengikuti kaidah undang-undang, bahwa undang-undang itu harus bersifat singkat, padat, namun fleksibel.
3.       Menunjukkan bahwa al-Quran itu tidak bersifat terbatas, namun sebaliknya.
4.       Memberikan peluang kepada sumber-sumber hukum lainnya yang mana bisa menjawab masa kekinian melalui metode sunnah rasul, ijma’, qiyas, istihsan, mashlahah, istishab, ‘urf’ dan zari’ah.
Maka dengan demikian, seluruh permasalahan hukum dapat dijawab bertitik tolak kepada hukum rinci dan kaidah-kaidah umum al-quran sendiri. Disinilah menurut para ulama ushul fiqh letak kesempurnaan al-quran bagi umat manusia.


[1] Narsoen Haroen, Ushul Fiqh 1, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997,hal. 29
[2] Abdul Wahhab Khalaf, ‘ilmu ushul al-fiqh, Kuwait: dar al-Qalam, 1983,hal. 33
[3] Zakiyuddin Sya’ban, ushul fiqh al-islami, mesir: dar al-Ta’lif, 1961, hal. 144

0 comments:

Posting Komentar