Kasih Sayang

A.    Kasih Sayang
1.      Pengertian Kasih Sayang
Kasih sayang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) adalah suatu ungkapan perasaan cinta dan suka yang tulus tanpa mengharapkan imbalan. Seperti terlihat pada kasih sayang antara anak dengan orang tuanya. Hubungan yang dilandasi dengan kasih sayang seperti itu akan terjalin pola komunikasi yang baik. Jika terdapat permasalahan diantara keduanya pun dapat terselesaikan. Kasih sayang terjadi diantara dua orang atau lebih dan ditandai adanya perasaan kasih sayang, saling mengasihi, saling mencintai, saling memperhatikan dan saling memberi. Hal ini menunjukan bahwa kasih sayang merupakan kebutuhan alami manusia.
Kasih sayang adalah kebutuhan setiap orang, maka kasih sayang sedemikan dahsyat mempengaruhi kehidupan anak manusia. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat. Kasih sayang mempengaruhi kesehatan fisik. Hati yang berbunga-bunga karena limpahan kasih sayang akan menyehatkan saraf dan fisik. Anak-anak yang kenyang dengan kasih sayang orangtuanya, tubuhnya lebih sehat dari anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang. Anak-anak yang besar dalam limpahan kasih sayang orangtua akan menjadi anak-anak yang memiliki hati yang hangat.[1]
Secara psikologis anak-anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian dalam kesehariannya, salah satunya yakni pergaulan. Orang tua sebagai orang yang membimbing anak-anak pertama kali harus memperhatikan apakah kasih sayang tersebut telah terpenuhi dengan baik pada mereka atau belum, sebab kasih sayang dapat dikatakan pilar dan pondasi dalam pendidikan. Ketika kasih sayang terpenuhi dengan baik maka ketenangan jiwa, perasaan aman, percaya diri, dan timbulnya kepercayaan kepada orang tua akan terwujud.  
2.      Peranan kasih sayang dalam pendidikan
             -       Pendidik sebagai pembimbing. Disini pendidik bertindak sebagai pengganti orang tua di sekolah sebab orangtua menitipkan anak di sekolah untuk dibimbing dan mendapat pengajaran. Kasih sayang yang diberikan para pendidik kepada anak didiknya berdampak pada kedekatan antar keduanya. Dengan hubungan yang terjalin baik, anak didik dapat mencurahkan keluh kesahnya kepada pendidik selain ke orang tuanya. Kasih sayang yang diberikan dapat menjadi bekal sekarang atau masa depan anak.
       -      Pendidik sebagai pembentuk kepribadian. Adanya tindak kriminalitas yang dilakukan anak didik menunjukkan salah satu penyebabnya yakni didikan dari orang tua yang kurang. Disinilah butuh pihak selain orang tua sebagai pendidik, sebab pendidik juga menjadi bagian dari hancur-tidaknya kepribadian seorang anak didik.
       -       Pendidik sebagai tempat perlindungan, akibat tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua, banyak anak yang kabur dari rumah. Dalam tindakan ini, anak akan mencari perlindungan kepada siapa saja yang dianggap dekat. Beruntung jika mereka mendapat tempat berlindung pada orang yang berlatar belakang baik, tetapi jika sebaliknya maka akan berakibat merusak masa depannya. Menyikapi kasus ini, jika seorang pendidik dapat memberikan kasih sayang maka ada kecenderungan anak untuk mencari perlindungan kepadanya. Pada kondisi ini, pendidik idealnya berlaku bijaksana, mendengarkan masalah yang dihadapi anak, memberikan nasehat dan sebisa mungkin menyadarkan tindakan yang dilakukan anak.[2]
       -      Pendidik sebagai figur tauladan. Sebagai figur tauladan, pendidik harus berperilaku baik dan tahu bagaimana caranya menghadapi masalah dengan kepala dingin. Disini pendidik paham dan mengerti harus bertindak seperti apa ketika kesal namun tetap bisa menahan emosinya. Pendidik yang selalu tersenyum, ramah, sabar ketika menghadapi anak didik dapat menyenangkah psikologis sang anak. Anak didik yang berperilaku seperti itu juga dalam kehidupan sehari-harinya tentu karena meniru perilaku pendidiknya.  
-       Pendidik sebagai sumber pengetahuan. Dalam pendidikan, terdapat proses transformasi yang dilakukan dengan hati-hati. Sebab, pengetahuan bisa merubah sikap dan perilaku anak.  Salah satu hal yang bisa terjadi jika pendidik ceroboh dalam mentransfer pengetahuan:  anak didik akan mencari sumber belajar lain tanpa ada yang membimbing, hal ini berbahaya sebab kurangnya bimbingan akan menimbulkan perilaku yang tidak bertanggung jawab.
            3. Dampak Kasih Sayang Yang Berlebihan
             -       Akan muncul sikap yang ingin selalu saja diperlakukan dengan istimewa. Saat hidup dimasyarakat, anak tersebut ingin semua orang memperlakukan dirinya seperti orang tuanya dulu melayani dirinya. Orang seperti ini akan mudah putus asa jika keinginannya tidak ada yang memenuhi dan tidak memperoleh simpati dari orang lain.
             -      Anak yang selalu dimanja akan mengalami masalah dalam kehidupan dimasa depan, salah satunya yakni rumah tangga.
     -  Anak yang sering dimanja akan tumbuh menjadi anak yang rentan dengan masalah, tidak percayan diri, tidak berani mengambil resiko, dan selalu mengharapkan bantuan orang lain.
             -  Anak tidak mau lagi mengasah kemampuannya karena ia telah merasa cukup dengan apa yang didapat. Orang tuanya telah memenuhi apa saja yang ia inginkan, pujian dan lain-lain.
-      Anak yang sering dimanjakan dengan berbagai macam kesenangan, kelak jika sudah besar akan menjadi orang yang sombong dan suka memaksakan kehendak.

B.     Kewibawaan (Gezag)
Gezag berasala dari kata zeggeni yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain. [3]
Gezag atau kewibaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat kita katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah-ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas dari tuhan untuk mendidik ana-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapat hak untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat oleh kewajiban.
1.      Perbedaan Antara Kewibawaan Orang Tua dan Kewibawaan Guru Terhadap Anak-anak Didiknya
a)      Orang tua (ayah dan ibu) adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Karena mereka adalah pendidik asli yang menerima tugas dari tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, sudah seharusnya mereka memiliki kewibawaan terhadap anak-anaknya. Misalnya kewibawaan dalam pendidikan. Dalam hal ini, berarti bahwa dengan dengan kewibawaan itu orang tua bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya agar mereka dapat hidup terus dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninya menjadi manusia dewasa.
b)      Kewibawaan guru atau pendidik-pendidik lainnya (bukan orang tua). Guru atau pendidik-pendidik lainnya menerima jabatannya sebagai pendidik bukan dari kodrat (dari tuhan), melainkan dari pemerintah. Ia ditetapkan, ditunjuk, dan diberik kekuasaan sebagai pendidik oleh negara dan masyarakat. Oleh karena itu, kewibawaan yang ada pada guru pun berlainan dengan kewibawaan orang tua. Sama halnya dengan kewibawaan pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik lainnya mendidik karena jabatannya sebagai pendidik, yang diserahi sebagian tugas orang tua untuk mendidik anak-anak. Kewibawaan pendidikan yang ada pada guru ini terbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya, yang setiap tahunnya selalu berganti-ganti murid.[4]
2.      Kewibawaan Dalam Pendidikan
a)      Kewibawaan dan pelaksanaan kewibawaan dalam keluarga, kewibawaan dalam keluarga ialah untuk membawa si anak menuju ke kedewasaannya. Bila tidak ada kewibawaan, si anak tidak akan dapat mencapai kedewasaannya. Pelaksanaan kewibawaan dalam pendidikan itu tujuannya adalah untuk norma-norma dengan wibawa itu pendidik hendak membawa si anak, agar dapat mengethaui, memiliki, dan hidup sesuai dengan norma-norma itu.
b)      Pelaksanaan kewibawaan dalam pendidikan itu harus bersandarkan kepada perwujudan norma-norma dalam diri si pendidik itu sendiri. Justru, karena wibawa dan pelaksanaan wibawa itu mempunyai tujuan untuk membawa si anak ke tingkat kedewasaannya, yaitu mengenal dan hidup yang sesuai dengan norma-norma, maka menjadi syaratlah untuk si pendidik memberi contoh dengan jalan menyesuaikan dirinya dengan norma-norma itu sendiri.

C.     Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang telah dilakukan, kemudian berani menanggung segala resikonya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Tanggungjawab adalah “keadaan wajib menanggung segalasesuatunya” artinya jika ada sesuatuhal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.
Tanggungjawab ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan, contohnya: ber-, bertanggungjawab dalam kamus tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”. Atau lebih tegasnya adalah tanggungan beban untuk menerangkan suatu kelakuan tertentu.
Kelahiran dan kehadiran seorang anak dalam keluarga secara alamiah memberikan adanya tanggungjawab dari pihak orang tua. Tanggungjawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih; yang padad hakekatnya juga dijiwai oleh tanggungjawab moral. Secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai ia mampu berdiri sendiri (dewasa) baik secara fisik, sosial-ekonomi maupun moral. Sedikitnya orang tua meletakkan dasar-dasar untuk mandiri itu.[5]
Bertanggungjawab selalu dalam hubungan dengan orang lain. Bertanggungjawab dapat menerangkan perbuatan kita dan kepentingan kita dengan orang lain. Tidak mengganggu orang lain berarti dewasa secara sosial, dewasa secara sosial berarti dapat bertanggungjawab atas segala perbuatan.
-          Pendidikan danTanggungJawab
Pendidik secara harfiah adalah orang dewasa, yaitu orang yang sudah mandiri dan bertanggungjawab, karena apabila dibandingkan dengan anak didik, pendidik harus sudah memiliki kelebihan dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan norma. Sementara anak didik adalah orang yang belum mandiri dan belum mampu dibebankan tanggungjawab. Karena anak didik memiliki kekurangan dan ketergantungan kepada orang dewasa. Anak didik masih kurang pengetahuan, pada tahapan tertentu ia masih belum mengetahui mana yang baik dan tidak, ia belum siap menyongsong masa depan yang penuh tantangan. Sebab itu, sebagai orang dewasa, pendidik yang sesungguhnya menjadi pengemban tanggungjawab pendidikan atas anak didiknya. Apabila kita ambil konteksnya di dalam keluarga, bahwa secara kodrati yang harus bertanggungjawab atas pendidikan anak itu adalah orangtua, karena itu orang tua berstatus sebagai pendidik.
-          Pengalihan tanggungjawab dalam pendidikan.
Tanggungjawab merupakan salah satu cirri kedewasaan. Pendidikan diarahkan agar anak mencapai tingkat kedewasaan, artinya agar anak mampu mandiri atas dasar tanggungjawabnya sendiri. Salah satu tujuan pendidikan adalah agar anak dapat hidup secara bertanggungjawab dan mandiri. Dalam situasi pendidikan yang berlangsung dalam pergaulan antara pendidik dengan anak didik, pada awalnya tanggungjawab berada pada pendidik. Namun seiring dengan perkembangan anak dalam menuju kedewasaannya, lambat laun tanggungjawab itu harus dialihkan oleh pendidik kepada anak didik. Dengan demikian anak didik akan mampu berdiri sendiri dan tidak bergantungan pada pendidik.
-          Aspek-Aspek TanggungJawab
Dalam tujuan pendidikan nasional adalah menjadikan warga negara yang bertanggung jawab, dan dapat dilihat dari beberapa aspek berikut :
1.      Tanggungjawab manusia terhadap Tuhan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan, maka dari itu wajib bagi setiap manusia mengenal siapa yang menciptakannya beserta alam ini, juga yang memberikan nikmat dan keberkahan hidup. Manusia wajib melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhan.
2.      Tanggungjawab manusia terhadap dirinya.
Manusia memiliki tanggung jawab dalam dirinya sendiri. Apa yang dilakukan, seperti pengembangan dan penyempurnaan dirinya harus dipikul olehnya.
3.      Tanggungjawab manusia terhadap keluarga.
Allah SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka.dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. Attahrim: 6).
4.      Tanggungjawab manusia terhadap masyarakat dan lingkungan.  
Perasaan memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan tingkah laku manusia. tingkah laku kita terhadap orang lain ditentukan oleh perasaan kita terhadap mereka. Jelaslah bahwa kita akan bertingkah laku secara berbeda terhadap mereka yang kita sukai dan terhadap mereka yang tidak kita sukai.[6]
Setiap manusia hidup di dunia tidak bisa terlepas dari orang lain dan lingkungan sekitar. Maka dari itu, segala sesuatu yang dilakukan manusia terhadap sesama maupun lingkungan harus dipertanggungjawabkan. Sebab, hal tersebut akibatnya akan terasa oleh dirinya sendiri, terutama perbuatan negatif.





[2] Ibid., diakses pada Minggu, 20 Oktober 2013 pukul 11.21.
[3] DRS.M.Ngalim Purwanto,MP. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 48.
[4] Ibid, hlm. 50
[5] Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usana Offset Printing, 1988), hal. 16.
[6] Sidney  D. Craig, Mendidik Dengan Kasih, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990), hal. 11.

0 comments:

Posting Komentar